Syair Sitor Situmorang, Ini 5 Karya Puisi Pilihan Terbaik

Sitor Situmorang (1923-2014) penyair sastrawan terkuat Indoenesia menulis dalam banyak genre. Ia menulis cerpen, esai, naskah drama, film, dan terutama puisi.

Ia mulai menulis bersama sastrawan Angkatan 1945.

Sitor Situmorang dan orang tuanya Ompu Raja Babiat Situmorang  (Panglima Raja Sisingamangaraja XI) Meninggal 103 Tahun.

Buku-buku yang menghimpun karya puisi Sitor Situmorang antara lain Surat Kertas Hijau (1954), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1956), Zaman Baru (1962), Dinding Waktu (1976), Peta Perjalanan (1977), Angin Danau (1982), Bunga di Atas Batu (1989), Bloem of Een Rots (1990), Rindu Kelana (1994), dan kumpulan sajak lengkap 1948-2008 (2016).

Sebagai penyair berumur panjang, Sitor Situmorang tentu saja menghasilkan puisi yang tak selalu kuat, tapi ia produktif dan terus-menerus menyair. Berikut ini kami pilihkan 5 contoh puisi Sitor yang pasti kurang tapi cukup bisa menggambarkan pencapaiannya:

1. The Beginning of The End / puisi Sitor Situmorang (1923-2014)

Sekira pertemuan ini dapat dipisah dari sepi
pernikahan gerak dan mati, kaulah isengku yang
menghamilkan dan keperawanan yang tahu. 

Tapi .......
bila pandangmu mendapat warna rambutku, akan berulang
meminta kesediaan lupa kesucianmu, malaikat bayang
kelambanan isyarat perbuatan sempurna. Dan masih
kata itu mandul dalam kesuburan bau ketelanjangan pagimu.

Sumber: Dalam Sajak (Pustaka Jaya, Bandung, 1955)


2.  Rumah / puisi Sitor Situmorang (1923-2014)

Laut dan darat tak dapat lagi didiami
Benahilah kamar di hatimu
Atau - mari diam dalam rumahku,
Bumi yang tak berumah satu

Atau - tahanlah sendiri
(Lama sudah)
Di rumahrumah sepi
Tiada laki

Lampu setia
Yang menunggui diri
Serta kursikursi
Dan jam di malam tua.

Sumber: Surat Kerts Hijau (Pustaka Rakyat, Cet. 1, 1953)


3. (apa yang tak dapat kauhancurkan*) - puisi Sitor Situmorang (1923-2014)

Apa yang tak dapat kauhancurkan
dengan tangan,
Hancurkanlah dengan sajak,
dengan demikian kau
membangun lagi
dindingnya waktu.

Sumber: "Dinding Waktu" (Budaya Jaya, 1976)
* Judul diambil dari larik pertama.


4. Perhitungan / puisi Sitor Situmorang (1923-2014)

: Buat Rivai Apin

Sudah lama tidak ada puncak dan lembah

Masa lempang-diam menyerah
dan kau tahu di ujung kuburan menunggu kesepian

Aku belum juga rela berkemas
Manusia, mengapa malam bisa tiba-tiba menekan
dada?
Sedang rohnya masih mengembara di lorong-lorong

Keyakinan dulu manusia bisa
hidup dan dicintai habis-habisan
Belum tahu setinggi untung bila bisa menggali
kuburan sendiri

Rebutlah dunia sendiri
dan pisahkan segala yamg melekat lemah
Kita akan membubung ke langit menjadi bintang
jernih sonder debu

Detik kata jadikan abad-abad
Abad-abad kita hidupi dalam sekilas bintang
Sesudah itu malam, biarlah malam

Bila hidup menolak
Ia kita tinggalkan seperti anak
yang terpaksa puas dengan boneka
Mereka akan menari dan menyanyi terus
Tapi tak ada lagi kita
Sedang mereka rindu pada cinta garang
Mereka akan menari dan menyanyi terus
Tentang abad dan detik yang ‘lah terbenam
Bersama kita, tarian perawan janda …

Sumber: Kumpulan Sajak 1948 - 2008 (Komunitas Bambu, 2006)

5. Dia dan Aku / puisi Sitor Situmorang (1923-2014)

Akankah kita bercinta dalam kealpaan semesta?Bukankah udara penuh hampa ingin harga? -
Mari, Dik, dekatkan hatimu pada api ini
Tapi jangan sampai terbakar sekali

Akankah kita utamakan percakapan begini?Bukankah bumi penuh suara inginkan isi? -
Mari, Dik, dekatkan bibirmu pada bisikan hati
Tapi jangan sampai megap napas bernyanyi

Bukankah dada hamparkan warna
Di pelaminan musim silih berganti
Padamu jua kelupaan dan janji

Akan kepermainan rahasia
Permainan cumbu-dendam silih berganti
Kemasygulan tangkap dan lari

1953

Sumber: Kumpulan Sajak 1948 - 2008 (Komunitas Bambu, 2006)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.