Status Kematian Adat Batak Toba, Dari Mate Purpur Sampai Mate Mauli Bulung

Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, sesuai adat istiadat yang berlaku, status kematian atau wafat (monding) dapat dibagi dalam beberapa tipe dan jenis. Yaitu: 

BACA JUGA   VIRAL Acara Pemakaman Tanpa Tenda, Almarhum Folo'o Ziliwu Sempat Gelandangan, Diselamatkan Nainggolan

Adat Saurmatuaon Opung Rotua Situmorang ( Ama Herta) tutup usia 76 Tahun, di Sopo HKBP Parsaoran Nauli Senin, 22/05/2023
1. Mate Pupur

Dalam adat Batak Toba Mate Pupur disebut dan dikategorikan jika orang yang meninggal dunia sudah menikah dan memiliki keluarga, tapi tidak memiliki keturunan sama sekali baik putra atau putri.

2. Mate Punu

Mate Punu disematkan jika orang yang meninggal dunia sudah berkeluarga atau menikah tapi tidak memiliki anak laki-laki (putra) hanya memiliki anak perempuan (Putri). Dalam adat batak Toba anak laki-laki dianggap sebagai penerus marga (klan) atau keturunan. Memiliki putra merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam adat isitiadat Batak Toba.

3. Tilahaon
Jika orang yang meninggal dunia masih anak-anak, remaja maupun dewasa yang belum menikah dan Bapak Ibunya masih hidup, maka kedua orangtuanya disebut Tilahaon. Tilaha artinya anak yang wafat.

4. Mate Mangkar
Dalam adat Batak Toba, jika seorang Ayah (Bapa) atau Ibu (Mama) monding atau wafat dengan meninggalkan anak-anak (anak/boru) yang belum ada menikah dan berkeluarga, maka disebut dengan Mate Mangkar.

5. Matipul Ulu
Jika seorang Ayah (Bapak) wafat dengan meninggalkan istri serta anak-anak yang masih kecil maupun remaja atau belum dewasa (Marsapsap Mardum) disebut Matipul Ulu. Yang bisa diartikan kehilangan Kepala Rumah Tangga.

6. Matompas Tataring
Jika yang wafat adalah seorang Ibu dan meninggalkan suami beserta anak-anak yang masih belum dewasa, maka kematian ini disebut dengan Matompas Tataring. Matompas artinya rubuh, tataring artinya lokasi pembakaran tungku memasak.

7. Sarimatua
Sarimatua disematkan buat seseorang yang monding atau wafat sudah memiliki cucu (pahompu) baik dari putra (anak) maupun dari putri (boru), akan tetapi masih memiliki anak/boru yang belum menikah. Berasal dari kata sari atau manarihon yang artinya masih ada yang harus ditanggung jawabi. Dalam adat Batak Toba anak/boru yang belum menikah dianggap masih menjadi tanggung jawab orangtua.

8. Saurmatua
Status Saurmatua disematkan jika seseorang yang wafat sudah punya cucu dari putra maupun putri dan semua anak sudah menikah (Sohot) tapi masih ada dari keluarga anak-anak tersebut yang belum memiliki keturunan (anak/boru)

9. Saurmatua Gabe
Sedangkan Saurmatua Gabe disebutkan untuk seseorang yang wafat jika semua anak sudah menikah dan memiliki keturunan bahkan putra yang meninggal sudah memiliki cucu. Cucu dari putra sering disebut Cicit (Nini).

10. Mauli Bulung
Status tertinggi dalam kematian seseorang dalam adat Batak Toba adalah Mauli Bulung. Dalam kategori ini semua kondisi sudah terpenuhi, dimana sudah memiliki cucu, seluruh putra dan putri sudah menikah dan bahkan sudah memiliki cicit dari putra dan putri atau sering disebut Marnini, Marnono. Dan keturunannya tidak ada yang meninggal sebelum orangtuanya.

Dalam adat Batak Toba, kematian dengan status Saurmatua merupakan sebuah ungkapan untuk panjang umur dan impian tak muluk-muluk pada umumnya, meski tak jarang beberapa kategori kematian hingga ke tahap Mauli Bulung. Semakin tinggi tingkat kematian biasanya akan semakin memperbesar ruang lingkup adat yang akan dijalani saat melakukan prosesi kematian, dan tentunya akan lebih memakan banyak biaya sesuai kemampuan keluarga yang melaksanakn adat kematian tersebut.

Hal yang kita hindari, hendaknya adapun adat tetap dilestarikan sesuai dengan ajaran nenek moyang sijolo-jolo tubu tanpa harus membebani atau bahkan terkesan memaksakan diri hanya untuk citra keluarga dimasyarakat. Sesuai nilai kearifan lokal pelaksanaan adat istiadat seharusnya selaras dengan nilai-nilai kehidupan dan nasihat-nasihat yang sudah diajarkan nenek moyang secara turun-temurun.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.