Serma Christian Namo: Prajurit Tangguh yang Menuntut Keadilan atas Kematian Putranya, Prada Lucky
Rote Ndao, NTT – Sosok Sersan Mayor (Serma) Christian Namo menjadi sorotan nasional setelah kematian tragis putranya, Prada Lucky Chepril Saputra Namo, yang diduga meninggal dunia akibat penganiayaan oleh senior di lingkungan militer. Sebagai seorang ayah sekaligus prajurit aktif TNI AD, Serma Christian tidak hanya dirundung duka, namun juga tampil sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan di tubuh institusi militer.
![]() |
Serma Christian Namo (Kanan) Prajurit Tangguh yang Menuntut Keadilan atas Kematian Putranya, Prada Lucky |
Informasi yang dihimpun Serma Christian Namo sudah mengabdi lebih dari tiga pulu tahun di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Serma Christian bertugas di Kodim 1627/Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, ia sempat menjabat sebagai Pelaksana Tugas Danramil di wilayah Pantai Varu. Dalam catatan kariernya, ia juga pernah ditugaskan dalam Operasi Darurat Militer Aceh tahun 2003—sebuah operasi yang hanya dijalani oleh prajurit terpilih.
“Selama 30 tahun saya hidup untuk Merah Putih,” ujar Christian dalam sebuah pernyataan emosional. “Saya selalu siap untuk bangsa, dan tidak pernah menodai nama baik TNI.”
Tragedi di Balik Seragam: Kematian Prada Lucky
Mengikuti jejak sang ayah, Prada Lucky pun masuk TNI dan lulus sebagai prajurit TNI,
Berdasarkan pengakuan terakhirnya kepada tenaga medis, Prada Lucky sempat menyebut nama salah satu seniornya sebagai pelaku kekerasan, dibuktikan dengan luka -luka serius di badannya.
Kematian Prada Lucky memicu gelombang dukungan dan simpati publik. Namun bagi Serma Christian, duka itu berubah menjadi semangat untuk memperjuangkan keadilan. Ia dengan tegas menyatakan bahwa para pelaku harus dihukum seberat-beratnya, bahkan menyebut bahwa “nyawa harus dibayar nyawa.”
“Saya kejar sampai neraka sekalipun,” katanya penuh amarah. “Bukan karena saya tidak terima kematian anak saya, tapi karena saya ingin tahu: kenapa anak saya dibunuh?”
Dari Emosi ke Klarifikasi: Cinta Tak Pernah Hilang untuk TNI
Beberapa pernyataan Serma Christian sempat viral dan disalahartikan publik, termasuk dugaan pernyataan tentang membakar bendera. Dalam klarifikasinya, Christian menegaskan bahwa ia tidak pernah bermaksud menghina institusi TNI maupun NKRI, melainkan sedang berada dalam kondisi duka mendalam.
“Kalau saya tidak cinta TNI dan NKRI, tidak mungkin saya pakai seragam ini selama 30 tahun,” tegasnya. “Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, kepada Presiden, kepada Panglima, saya hanya seorang ayah.”
Pernyataan ini membuat banyak pihak kembali menaruh hormat pada sikapnya yang tegas namun tetap dalam koridor hukum dan loyalitas militer.
Minta Pertanggungjawaban dan Transparansi
Serma Christian juga telah menghadap Pangdam IX/Udayana dan menuntut agar tidak hanya pelaku lapangan, tetapi juga para atasan yang lalai turut bertanggung jawab. Ia menyebut dua nama pejabat yang dinilainya turut berkontribusi dalam kelalaian pengawasan terhadap anak-anak muda yang baru bergabung di kesatuan.
Meski kini telah menyatakan bahwa ia “rela” dan telah mengikhlaskan kepergian putranya, Serma Christian tidak berhenti menuntut jawaban yang transparan dan adil atas kasus yang menimpa keluarganya.
Antara Seragam, Air Mata, dan Cinta Tanah Air
Serma Christian Namo bukan hanya seorang ayah yang kehilangan putra tercintanya, tetapi juga seorang prajurit yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan, disiplin, dan kehormatan militer. Dalam wajahnya yang penuh air mata dan kata-kata yang mengguncang publik, kita melihat betapa besarnya luka dari seorang tentara—yang kali ini, tak terluka oleh musuh di medan perang, melainkan oleh sistem yang seharusnya melindungi.
Masyarakat kini menanti perkembangan kasus Prada Lucky, agar suara Serma Christian tidak-siasia, sehingga perubahan budaya kekerasan di institusi militer menpata perubahan? (*/ts)
Tidak ada komentar